Sejarah GKJTP

Sejarah GKJTP

MASA PERINTISAN

Berawal dari sebuah komunitas Kristen yang terdiri dari tujuh kepala keluarga dan lima pemuda yang bermukim di kawasan Kebantenan dan Warakas, dimulailah sebuah perjalanan menjadi sebuah komunitas Gereja mandiri bernama GKJ Tanjung Priok. Dengan latar belakang yang sama sebagai pendatang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka mereka juga ingin beribadah seperti halnya ketika mereka ada di daerah asalnya. Merekapun beribadah di GKJ Jakarta. Namun ada kesulitan yang dialami untuk mengikuti kebaktian Minggu dan kegiatan gerejawi lainnya di GKJ Jakarta. Pada waktu itu, GKJ Jakarta belum mempunyai gedung. Kegiatannya masih diselenggarakan di aula PSKD di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Warga GKJ Jakarta yang tinggal di Tanjung Priok harus menempuh jarak puluhan kilometer setiap ingin kebaktian di GKJ Jakarta. Tempat itu sulit dijangkau karena terlalu jauh dan transportasi masih sulit. Angkutan umum masih jarang sehingga sulit untuk berpergian jika tidak mempunyai kendaraan pribadi. Pergi ke gereja memerlukan ongkos yang tidak murah.

Pada tanggal 12 Oktober 1964, melalui pertemuan keluarga yang dihadiri oleh Pdt. Roesman Moeljodwiatmoko (pendeta GKJ Jakarta) dan penatua Prapto Setyoko, warga jemaat di Tanjung Priok menyampaikan harapan mereka agar dapat diselenggarakan kebaktian Minggu di Tanjung Priok. Karena kerinduan mereka yang sangat besar untuk mengadakan kebaktian sendiri, maka Majelis bersedia melayani mereka. Kebaktian perdana mereka diadakan di gedung SD Dewi Sartika, Jl. Dusun nomor 4 Tanjung Priok. Kebaktian pertama ini berlangsung Tgl. 7 Pebruari 1965 dengan dilayani oleh Pnt Prapto Setyoko dan jumlah warga hadir sebanyak 15 orang. Ibadah di SD Dewi Sartika ini dilakukan pada sore hari pukul 17.00 selama  7 (tujuh)  bulan. Dan secara resmi tanggal 7 Pebruari 1965 dinyatakan sebagai lahirnya GKJ Jakarta Tanjung Priok. Semakin lama, jumlah kelompok ini semakin bertambah.

Karena keadaan gedung yang tidak memadai, maka warga berupaya mencari tempat ibadah lain yang lebih baik. Atas pendekatan yang dilakukan oleh Bp. Agustinus Haryadhi Admosudomo dengan Majelis Gereja Advent, Jl. Anggrek No 17 Tanjung Priok, akhirnya warga Gereja Kristen Jawa Jakarta Wilayah Tanjung Priok diijinkan memakai gerejanya untuk kebaktian setiap hari Minggu dari pukul 17.00-18.00. Kebaktian pertama pada tanggal 12 September 1965 oleh Pdt. Roesman Moeljodwiatmoko, dan sejak saat itu pelaksanaan sakramen-sakramen dan pemberkatan nikah dilayankan di tempat ini. Tanpa disadari perkembangan warga sampai akhir tahun 1966 telah tercatat sebanyak 138 orang terdiri dari 72 dewasa dan 66 anak-anak.

TEMPAT IBADAH SENDIRI

Semangat jemaat GKJ Jakarta Wilayah Tanjung Priok untuk mempunyai gedung gereja sendiri sangat besar. Mereka berusaha mendapatkan tanah untuk membangun gereja. Kemudian dibentuk Panitia Pembangunan Gereja. Atas usaha-usaha yang dilakukan Panitia bersama warga, khususnya Bp. Sutji Rahardjo dan dr. Subroto Erbandi, pada bulan Mei 1972 diperoleh sebidang tanah dari PT. Pelita Bahari dengan status tanah garapan seluas 884 M2 yang terletak di Jl. Kelapa Dua/ Jl. Cilincing, dan dari pengembangan lebih lanjut  akhirnya  luas tanah  menjadi 1.200 M2. Dengan telah dimilikinya tanah tersebut, Panitia bersama warga semakin bergiat menghimpun dana untuk membangun gereja, dan pada tanggal 12 Nopember 1972 bertempat di tanah gereja diadakan kebaktian mengawali pembangunan gereja dilayani oleh Pnt. Urip Dipotirto.

Pada tanggal 17 Desember 1972 bangunan GKJ Jakarta Wilayah Tanjung Priok sudah dapat dipergunakan untuk kebaktian pertama kalinya yang dilayani oleh Pdt. Roesman Moeljodwiatmoko, dan pada kebaktian itu juga dilayankan  sakramen Baptis Kudus. Jangan membayangkan gedung gereja yang megah seperti sekarang, karena bangunan pertama waktu itu adalah bangunan kayu berdinding “gedhek” (bambu).

Dalam waktu dua puluh tahun berikutnya GKJ Jakarta Wilayah Tanjung Priok terus berbenah dalam pembangunan gedung gereja, hingga bangunan gereja menjadi semakin baik dan kokoh. Namun karena status tanah garapan, yang suatu saat bisa diambil alih Pemerintah Daerah, makan Badan Pelaksana Pembangunan Gereja (BPPG) juga berupaya mendapatkan tanah lain untuk antisipasi jika tanah di Kelapa Dua digusur. Tanah cadangan ini akhirnya didapat di daerah Rawa Indah (sekarang, Jl. Pegangsaan Dua).

PENDEWASAAN GKJ TANJUNG PRIOK

GKJ Jakarta Wilayah Tanjung Priok memasuki Masa Pra-kelola atau masa pelatihan mengelola kehidupan berjemaat selama 19 bulan (dari 1 Oktober 1991 s/d Mei 1993), Tidak hanya sekedar untuk memenuhi salah satu syarat kemandirian, akan tetapi betul-betul merupakan pelatihan dan sekaligus pemantapan diri dari semua aspek kehidupan berjemaat dengan melibatkan semua lapisan warga gereja.

Dan setelah melalui proses yang panjang dan rumit, maka gereja ini berhasil dimandirikan pada hari Jumat Pahing, tanggal 28 Mei 1993, dengan nama GKJ Tanjung Priok. Gereja Kristen Jawa Tanjung Priok lahir dengan nomor urut 211 pada  Sinode Gereja-Gereja Kristen Jawa. Semua itu merupakan karya Tuhan yang sangat menakjubkan. Dalam rentang waktu kurang dari 28 tahun Tuhan telah menjadikan jemaat yang mandiri dari sebuah wilayah pelayanan yang kecil dan sederhana.        

PEMANGGILAN PENDETA

Setelah mandiri, bukan berarti pekerjaan besar di jemaat sudah selesai karena GKJ Tanjung Priok belum mempunyai pendeta. Sebagai jemaat muda, GKJ Tanjung Priok membutuhkan seorang pemimpin yang sudah berpengalaman di bidang pemerintahan dan pengelolaan gereja. Hal ini menjadi bahan pertimbangan untuk mencari pendeta yang sudah berjabatan pendeta. Meskipun demikian, jemaat ini tetap terbuka terhadap calon pendeta yang terpanggil untuk berproses bersama mereka.

Prioritas awal adalah memanggil pendeta yang sudah berjabatan pendeta, mengingat kebutuhan jemaat yang mendesak. Setelah melakukan pendekatan ke beberapa kandidat pendeta, ternyata banyak kesulitan yang terjadi, sehingga arah pemanggilan pendeta berubah menjadi memanggil calon pendeta yang belum berjabatan pendeta. Ada 4 calon yang mengikuti proses ini. Namun tinggal 2 orang calon yang mengikuti proses sampai dengan pemilihan calon pendeta. Pada saat proses ini berlangsung diperoleh informasi dari Pdt. Aris Widaryanto bahwa ada seorang pendeta yaitu Pdt. Andreas Untung Wiyono dari GKJ Taman Asri yang berkerinduan melayani jemaat di Jakarta khususnya di wilayah dengan basis khusus. Panitia Pemanggilan Pendeta dengan segera malakukan komunikasi dengan GKJ Taman Asri,  Klasis Lawu, Klasis Tegal, Sinode GKJ, dan Pdt. Andreas Untung Wiyono sendiri. Akhirnya setelah percakapan yang panjang menghasilkan keputusan untuk memanggil Pdt. Andreas Untung Wiyono sebagai Pendeta Jemaat GKJ Tanjung Priok. Tanggal 30 Mei 1995 dilaksanakan ibadah peneguhan pendeta GKJ Tanjung Priok atas diri Pdt. Andreas Untung Wiyono.

Bersamaan dengan proses pemanggilan pendeta dalam diri Pdt. Andreas Untung Wiyono, proses orientasi atas dua calon pendeta, yaitu Sdr. Yohanes Fajar Handoyo dan Sdr. Setyo Endro Widiartoto Sanjoyo tetap berjalan. Dari dua calon tersebut, Sdr. Fajar Handoyo menyatakan mengundurkan diri untuk kemudian melayani di GKSBS Metro. Sedangkan proses orientasi Sdr. Setyo Endro Widiartoto Sanjoyo tidak dapat dilanjutkan karena berdasarkan hasil evaluasi Majelis bersama para pendeta pendamping (dhi. Pdt. Yusup Suratman dan Pdt. Suwandi Marto Utomo) pelayanan, tanggung jawab dan perilaku yang bersangkutan tidak memenuhi syarat. Proses pemanggilan pendeta ini sempat membuat kehidupan jemaat mengalami pergolakan. Pengalaman masa lalu ini juga yang mendorong pemimpin gereja untuk berefleksi dan merancang visi bersama. Berdasarkan refleksi tersebut, maka lahirlah visi GKJ Tanjung Priok: “Menjadi Jemaat yang Kuat dalam Persaudaraan untuk Menguatkan Persaudaraan Antar Sesama”.

Maksud dari visi ini adalah komunitas yang terbentuk di dalam gereja menjadi semacam teladan untuk masyarakat di luar gereja. Jemaat diharapkan mengembangkan persaudaraan yang kuat di dalam, untuk kemudian pergi ke luar dan membangun persaudaraan yang kuat di tengah masyarakat. Jemaat diperlengkapi supaya mampu membangun persaudaraan sejati di luar gereja.

PEMANGGILAN PENDETA BERIKUTNYA

Tahun 2002, dengan mempertimbangkan kebutuhan jemaat akan pelayanan kepada generasi penerus dan upaya pelayanan jemaat yang lebih menyeluruh (”tapis”), maka Majelis GKJ Tanjung Priok membentuk Tim Pemanggilan Pendeta dengan Ketua Bp. Henry Sumartono, untuk mempersiapkan pemanggilan pendeta kedua. Pengalaman pemanggilan pendeta sebelumnya menjadi pijakan untuk melangkah. Dalam pemanggilan pendeta berikutnya, dibuat perencanaan yang matang dan model yang berbeda.

Atas dasar hal tersebut Panitia memanggil mahasiswa STT Jakarta yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang baik untuk memulai pelayanan di kategorial Anak. Didapatkan nama Sdri. Wisnu Tri Handayani. Panitia pemanggilan pendeta memandang baik pelayanan beliau sehingga melanjutkan pada proses pemanggilan Pendeta. Setelah melalui proses pemilihan, pembimbingan dan ujian Peremtoir pada Sidang X GKJ Klasis Jakarta bagian Timur memutuskan Sdr. Wisnu Tri Handayani dinyatakan layak tahbis. Akhirnya setelah menjalani masa vikariat, dan proses yang cukup panjang pada tanggal 30 Mei 2008 Sdri. Wisnu Tri Handayani S.Si ditahbiskan menjadi Pendeta Jemaat GKJ Tanjung Priok yang kedua.

PENGUTUSAN

  • Pemberdayaan Warga Gereja

Partisipasi warga gereja merupakan hal yang menjadi bagian penting dari pemberdayaan warga gereja. Ini telah menjadi tradisi penting GKJ Tanjung Priok sejak sebelum didewasakan menjadi gereja mandiri. Partisipasi baik dalam kebersamaan internal maupun pembantuan keluar tampak dalam setiap kegiatan. Pembangunan gereja pada awal 1972, dan terus berlanjut hingga memiliki gedung gereja permanen tahun 1990-an adalah bukti pemberdayaan warga gereja.

Meski sempat mengalami kondisi terpuruk oleh karena konflik internal, namun kondisi tersebut kembali membaik seiring proses rekonsiliasi yang terus dibangun. Dimulailah era perencanaan program kegiatan dan anggaran delapan tahunan yang dikenal dengan Program Jangka Panjang I (1993-2001) dengan tema “Gereja Berdiri kokoh di atas Kristus yang adalah Batu Penjuru” , Program Jangka Panjang II (2002-2009) dengan tema “Menjadi Jemaat yang Kuat dalam Persaudaraan untuk Menguatkan Persaudaraan Antar Sesama”, Program Jangka Panjang III (2010-2017) bertema “Bersama Melayani Sesama” serta saat ini masuk dalam PJP IV (2018-2025) dengan tema “Berpadu Mewartakan Kabar Baik”. Semua tema itu menjadi landasan perjalanan GKJ Tanjung Priok untuk menjalankan tugas panggilan gereja yaitu memberitakan Injil Tuhan.

Dalam pelayanan peribadatan sebagai bagian dari upaya pemeliharaan iman warga gereja, GKJ Tanjung Priok telah berusaha untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan, termasuk didalamnya pembaharuan-pembaharuan tata ibadah. Tercatat pembaharuan tata ibadah mengalami beberapa perubahan, dimulai dari tata ibadah pertama yang menggunakan 5 jenis model tata ibadah (sesuai minggu). Dalam rangka memberikan ruang bagi partisipasi warga gereja maka tata ibadahpun mengalami perubahan dengan membentuk Pokja Peribadatan yang menyusun lagu-lagu ibadah dan petugas ibadah. Perubahan tata ibadah tercatat mulai tahun 2009 dengan menerapkan pembacaan Lectionary. Pentingnya pelayanan antar generasi (Intergenerational) juga dirasakan dan mulai dilaksanakan ibadah intergenerasi pada tahun 2016 pada setiap minggu pertama. Sementara pentingnya pelayanan kepada kaum muda juga terwadahi dalam pelayanan Ibadah Nuansa Muda mulai 9 Maret 2014. Selain itu terjadi juga perubahan konsep dalam pelayanan kepada jemaat anak dari model Sekolah Minggu menjadi Ibadah Anak yang dimulai tahun 2009. Dalam Pelayanan kepada kategorial remaja dan pemuda ditempatkan seorang Penatua Khusus mulai tahun 2012.

Dalam Pelayanan Kategorial, Majelis gereja dibantu oleh para pengurus Kategorial yaitu Kategorial Anak, Kategorial Remaja, Kategorial Pemuda, Kategorial Dewasa dan Kategorial Adiyuswa.

Pada saat mandiri, GKJ Tanjung Priok dibagi dalam beberapa kelompok pelayanan yaitu: KP Ancol, KP Warakas, KP Sunter-Walang,  KP Timur Tengah, KP Dewaruci, KP Cilincing, KP Sukapura-Rorotan, KP Kebantenan Barat, KP Kebantenan Timur. Dalam perkembangannya KP Warakas dan KP Sunter-Walang bergabung menjadi KP Kasterlang dan KP Dewaruci dan KP Cilincing bergabung menjadi KP Cilincing-Dewaruci. Marunda yang pada awalnya merupakan wilayah pelayanan Cilincing kemudian menjadi KP Rorotan Marunda (1995). Sangat dinamis sekali perubahan pelayanan parokial ini. Demikian pula pola pewilayahan juga mengalami perubahan.

Sejak mandiri KP Pelayanan Ancol telah melaksanakan ibadah tersendiri. Ibadah KP Ancol dilaksanakan dirumah Bp. Sukamto, Jl. Pasar Bambu Kuning, Ancol Selatan, Sunter Agung. Tahun 2009, bangunan rumah Keluarga Sukamto direnovasi dan dibangun 2 lantai. Lantai 2, secara khusus digunakan untuk ibadah. Dan pelayanan Perjamuan Kudus pertama di Ancol diselenggarakan pada tanggal 21 Februari 2010 sekaligus memberi status baru sebagai Pepanthan. Disusul kemudian pelayan Pemberkatan Nikah dan Sakramen Baptis juga diselenggarakan di Pepanthan Ancol.

Perkembangan di wilayah timur juga terjadi. 27 Maret 2005 Majelis GKJ Tanjung Priok meneguhkan Pnt. Suprihatin yang mengawali pelayanan di kelompok baru yaitu Tarumajaya. Tanggal 16 Juni 2013, KP Tarumajaya mulai melaksanakan ibadah minggu satu kali dalam satu bulan, dan diawali dengan Sakramen Perjamuan Kudus. Ibadah ini dilaksanakan di rumah Bp/Ibu Suprihatin di Cluster Harmoni, Harapan Indah Bekasi.

Akhir tahun 2012, GKJ Tanjung Priok menerima tugas dari Sinode GKJ untuk menaungi pelayanan sebuah jemaat di Pematang Siantar yang mengalami konflik internal dan tidak diakui keberadaannya oleh gereja setempat, yaitu GKI Sumut Jalan Gunung Simanuk-manuk. Kelompok warga jemaat tersebut menyadari bahwa dalam sejarahnya mereka adalah buah penginjilan GKJ sehingga meminta bantuan kepada GKJ. 17 Februari 2013, GKJ Tanjung Priok menerbitkan surat keputusan penerimaan warga gereja dari warga ex-GKI Sumut Jalan Gunung Simanuk-manuk sebagai GKJ Tanjung Priok Bakal Jemaat Pematang Siantar. Mereka beribadah di Jl. Voley no. 3 Pematangsiantar. Dalam perkembangannya GKJ Bajem Pematang Siantar kemudian berbiak menjadi dua Bakal Jemaat, yaitu Bajem Pematangsiantar yang beribadah di Jalan Voley No. 3 Pematang Siantar dan Bajem Cokrosusilo yang beribadah di Jl. Kasad No. 1 Bukit Sofa, Sitalasari, Pematang Siantar. Harapan ke depan rekonsiliasi dengan gereja setempat terjadi dan mereka dapat berkembang sebagai gereja mandiri. Tentu butuh kerja keras dan dukungan bersama dari semua pihak terutama GKJ se Klasis Jakarta Bagian Timur.

  • Pelayanan Kepada Masyarakat

Sejak sebelum mandiri, warga jemaat GKJ Jakarta Wilayah Tanjung Priok telah ambil bagian dalam karya dan pelayanan untuk masyarakat melalui aktivitas sosial. Tercatat pelayanan yang dikenal sebagai Aksi Bakti Sosial (ABS) oleh pemuda-pemuda tahun 80-an yang melayani ke Wonogiri hingga Lampung. Nama seperti Alm. Bp. Hadi Waluyo, Alm Bp. Saksono Hadi selalu bersemangat ketika diajak berbicara tentang pelayanan ABS.

Ketika sudah menjadi gereja mandiri, semangat berbakti kepada masyarakat tidak luntur. Meski hanya memiliki pensiunan dokter, yaitu dr. Subroto Erbandi, GKJ Tanjung Priok berani bersaksi melalui pelayanan klinik yang diberi nama Klinik Asih Murni. Ketika sudah tidak ada dokter, para bidan melanjutkan seperti bidan Suhartinah Subari, bidan Suradiyah, bidan Eka Rahayu, dan bidan Maria melanjutkan kegiatan klinik. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada era tahun 1999 – 2014 memang sangat tinggi, bak oase klinik ini hadir ditengah masyarakat Cilincing. Namun era itu surut seiring peraturan pemerintah tentang pelayanan kesehatan dan upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di tengah masyarakat. Namun demikian Klinik Asih murni dengan tenaga-tenaga muda, saat ini akan berjuang untuk mendirikan Klinik Pratama dan juga bekerjasama dengan Sailor’s Society, sebuah organisasi internasional pelayanan para pelaut.Tentu butuh dukungan penuh warga jemaat.

Ditengah masyarakat yang memiliki daya beli rendah, terlebih pada masa krisis ekonomi tahun 1998, terbersit ide untuk membantu masyarakat melalui pelayanan nasi bungkus gratis. Dikemudian hari berkembang menjadi pelayanan nasi murah (dijual dengan harga yang sangat murah) dan pasar murah. Sejak itu pelayanan itu terus berjalan dengan baik dan menjadi icon untuk masyarakat sekitar gereja. Pelayanan nasi murah menjangkau masyarakat disekitar pengupasan kerang. Sementara pasar murah diselenggarakan pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Tentu semua itu sangat membantu. Seiring perkembangan, pelayanan pasar murah dihentikan mengingat daya beli masyarakat sudah meningkat. Tentu perlu inovasi lain dalam hal pelayanan kepada masyarakat.

Cilincing dan sekitarnya adalah daerah rawan bencana banjir, tercatat tahun 2002, 2007 dan 2012 banjir melanda wilayah-wilayah di Cilincing dan sekitarnya. Jemaat GKJ Tanjung Priok merespon ini sebagai panggilan untuk melayani sesama dengan mengumpulkan bantuan untuk membantu sesama melalui pelayanan sosial dan kesehatan. Pelayanan pelayanan lainnya seperti beasiswa juga dapat menjangkau warga gereja dan juga masyarakat, termasuk kerjasama dengan beberapa gereja di daerah seperti di Sukorejo Kendal, Prembun Kebumen, dan Wates Kulon Progo.

Adapun dalam upaya meningkatkan kesejahteraan warga gereja, Majelis GKJ Tanjung Priok juga membentuk Koperasi Kinanti. Berdiri sejak 21 April 1999, Koperasi Kinanti telah mewarnai kehidupan warga jemaat GKJ Tanjung Priok. Namun demikian Koperasi Kinanti harus terus ditingkatkan agar dapat lebih baik, dan semua warga gereja dapat secara sadar menjadi anggota dan merasakan manfaatnya.

Dalam pelayanan kedukaan, GKJ Tanjung Priok membentuk Rukun Kematian Agape, menggantikan posisi Perkumpulan Sumarah (GKJ Jakarta). Dengan slogan “Melayani Sampai Tuntas”, diharapkan warga jemaat yang mengalami kedukaan dapat terlayani dengan baik. Sejauh ini pelayanan cukup baik dan dirasakan manfaatnya, meski pada tahun 2017 sempat mengalami kondisi kurang baik karena sistem iuran anggota tidak dapat mengatasi jumlah manfaat yang harus diterima ketika jumlah kematian mencapai 14 orang setahun. Namun Tuhan mencukupkan semuanya.

Ada banyak hal lain dalam pelayanan kepada masyarakat yang tidak tercatat dan terdokumentasi, juga nama-nama tidak semuanya bisa tercatat, namun kiranya semuanya dapat memberi semangat bagi kita untuk terus melayani masyarakat, karena kehadiran GKJ Tanjung Priok adalah juga untuk sesama.

  • Pelayanan Bersama Gereja-Gereja

GKJ Tanjung Priok juga turut berperan dalam pelayanan oikumene baik pada aras Lokal maupun Klasis dan Sinode. Pada aras Klasis, GKJ Tanjung Priok berupaya terus mendukung dan terlibat aktif di GKJ Klasis Jakarta Bagian Timur baik dalam persidangan-persidangan, kegiatan-kegiatan maupun kepengurusan. Keterlibatan ini sudah dilakukan sejak GKJ di Jabodetabek masih tergabung dalam Klasis Tegal.

Di aras Sinode, GKJ Tanjung Priok telah memberikan kesempatan yang baik bagi Pdt. Andreas UW untuk melayani secara full time pada tahun 2009-2012 sebagai Sekretris Umum sekaligus Ketua Umum. Lalu berlanjut di tahun 2012-2015 menjadi Ketua Umum Sinode GKJ. Pada tahun-tahun sebelumnya beliau juga menjadi Ketua Tim Revisi Pokok-Pokok Ajaran GKJ yang melahirkan PPA GKJ Edisi 2005, dan Ketua Tim Revisi Tata Gereja dan Tata Laksana (TG-TL) GKJ 2011-2013 dilanjutkan oleh Pdt. Aris Widaryanto, yang di kemudian hari melahirkan TG-TL GKJ 2015. Saat ini Pdt. Andreas UW dipercaya menjadi ketua Komisi Ajaran Sinode GKJ.

Pdt. Wisnu Tri Handayani dalam beberapa waktu yang lalu juga terlibat aktif dalam pelayanan penyusunan kurikulum pengajaran anak di Sinode GKJ. Salah satu warga gereja GKJ Tanjung Priok, yaitu Pdt. Solichin Daniel adalah seorang Pendeta Pelayanan Khusus Pelaut. Melalui beliau GKJ Tanjung Priok dapat ambil bagian dalam pelayanan kepada para pelaut baik asing maupun domestik, termasuk para nelayan lokal melalui kerjasama pelayanan Klinik Asih Murni yang sedang dan akan terus dikembangkan.

x